Memaknai Galungan dan Kuningan

Perayaan Galungan bagi umat Hindu di Bali sudah sangat memasyarakat dari abad ke abad. Tetapi sangat kita sayangkan memasyarakatnya Galungan tersebut sangat tidak seimbang antara Tattwa atau kasuksman Galungan, Susila dengan Upakaranya. Artinya antara Tattwa yang tercamtum dalam teks pustaka Sundaraigama dengan wujud susila dan upakara Galungan dalam kehidupan empirisnya sampai saat ini masih tidak nyambung. Bahkan kadang-kadang bertentangan.antara Tattwa Galungan yang demikian luhur dan idial dinyatakan dalam teks Pustakanya dengan kenyataan perayaan Galungan dalam kehidupan empiris setiap dalam kehidupan empiris setiap perayaan Galungan yang dirayakan setiap enam bulan wuku (210 hari).

Ada kalanya di suatu waktu dan tempat perayaan Galungan lebih menonjolkan perayaan Galungan dengan pesta-pesta pora yang bersifat hedonis. Makan masakan khas daerah yang lebih nikmat dari sehari-harinya. Demikian pula Galungan diwujudkan dengan berpakaian serba baru, pergi ke tempat-tempat hiburan dan melakukan hal-hal yang lebih menekankan kenikmatan indria. 

Padahal Galungan adalah sebagai suatu peringatan untuk menajamkan daya spiritual untuk mensinergikan penerapan Jnyana atau ilmu pengetahuan suci untuk mencerahkan hati nurani umat sehingga dapat membangun kehidupan yang cerah dan bergairah untuk mengamalkan Dharma. Galungan bukan sebagai media untuk lebih mendinamisir dominasi indria dalam diri. Sesungguhnya untuk mengimplementasikan Tattwa Galungan banyak hal yang dapat kita perbuat dengan mengembangkan Tattwa Galungan ke dalam berbagai program nyata sehingga Tattwa Galungan menjadi nyata dalam wujud susila dan upakaranya,


Terima kasih jgn lupa komentarnya...